Selamat datang di Pondok Pesantren Al-Amanah, Pondok dengan basis keilmuan Al-Qur'an

Salat Sebenarnya Menasehati mu: Makna Q.S Al-Ankabut: 45

Ilustrasi Orang Sedang Bersujud (Doc. Pinterest.com)


Bayangkan ada seorang pemuda yang setiap harinya pergi ke masjid. Dari penampilan luarnya, ia terlihat rajin: suaranya lantang saat takbir, bacaannya fasih, rukuk dan sujudnya tampak penuh kekhusyukan. Namun anehnya, setelah ia mengucapkan salam dan selesai salat, ia kembali tenggelam dalam kebiasaan buruknya: berbicara kasar, bergaul dengan cara yang salah, bahkan melakukan perbuatan maksiat yang ia tahu sebenarnya terlarang.

Tidak sedikit orang-orang pun bertanya-tanya: "Bukankah Allah berfirman dalam Q.S. Al-Ankabut: 45:

ان الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر

'Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar' Lalu, mengapa ia masi juga melakukannya?"

Dalam memberikan jawaban pada pertanyaan ini, Syaikh Ibn 'Asyur menjelaskan dalam tafsirnya yang berjudul al-Tahrir wa al-Tanwir bahwa:

والمقصود : أن الصلاة تيسر للمصلي ترك الفحشاء والمنكر. وليس المعنى أن الصلاة مارقة المصلي عن أن يرتكب الفحشاء والمنكر فإن المشاهد يُخالِفة إذ كم من فصل تقيم صلاثة ويفترفُ بَعْضَ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكر

كما أنه ليس يصح أن يكون المراد أنها تصرف المصلي عن الفحشاء والمنكر ما دام مثلينا بأداء الصلاة لقلة جدوى هذا المعنى فإن أكثر الأعمال تصرف المشتغل بها عن الاشتغال بغيرها

وَإِذْ كَانَتِ الْآيَةُ مَسوقة للتقوية بالصلاة وبيان مزيتها فِي الَّذِينَ تَعَيَّنَ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ أن الصلاة تحذر من الفحشاء والمذكر تَحْذِيرًا هُوَ مِنْ خَصَائِصِها

Maksudnya adalah bahwa salat memudahkan bagi orang yang melaksanakannya untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Bukanlah maksud ayat ini bahwa salat secara otomatis menghalangi seseorang dari melakukan perbuatan keji dan mungkar, sebab kenyataan yang terlihat tidak demikian; betapa banyak orang yang melaksanakan salat, namun tetap melakukan sebagian perbuatan keji dan mungkar.

Demikian pula tidak benar jika dimaknai bahwa salat menghalangi seseorang dari perbuatan keji dan mungkar hanya selama ia sedang mengerjakan salat, karena makna itu sangatlah lemah; sebab hampir semua pekerjaan dapat mengalihkan orang yang sedang sibuk dengannya dari pekerjaan lain. Dan karena ayat ini dimaksudkan untuk menonjolkan kemuliaan salat serta menunjukkan keistimewaan-nya dalam agama, maka yang benar ialah bahwa salat memberikan peringatan dan peringatan itu merupakan salah satu kekhususan-nya yakni salat memperingatkan pelakunya agar menjauhi perbuatan keji dan mungkar.¹

Dan peringatan itulah yang dijelaskan oleh Imam al-Alusy dalam kitab Rüh al-Ma'ani, bahwa salat sejatinya bukan sekadar gerakan tubuh atau bacaan di bibir. Di dalamnya ada takbir yang meninggikan Allah, ada tasbih yang menyucikan-Nya, ada bacaan Al-Qur'an, ada rukuk dan sujud sebagai simbol tunduk total. Semua itu seakan-akan salat berbisik pada pelakunya:

لا تفعل الفحشاء والمذكر ولا نقص رنا هو أهل لما أتيت به وكيف يليق بك أن تفعل ذلك وتعطل العز عز وجل وقد أتيت مما يدل على عظمته تعالى وكبريائه سبحانه من الأقوال والأفعال بما تكون به إن عصيت وفعلت الفحشاء أو المذكر كالمتناقض في أفعاله

Janganlah engkau melakukan perbuatan keji dan mungkar, dan janganlah engkau durhaka kepada Tuhan yang memang berhak menerima apa yang engkau persembahkan (dalam salat). Bagaimana pantas bagimu melakukan hal itu dan mendurhakai-Nya Yang Mahamulia dan Mahabesar, padahal engkau telah melakukan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya. Jika setelah itu engkau masih durhaka, melakukan perbuatan keji atau mungkar, maka seakan-akan engkau adalah orang yang bertentangan dalam tindakannya sendiri.² 

Untuk itu, salat itu seperti guru yang menasihati. Tetapi, sebagaimana nasihat seorang guru tidak selalu ditaati muridnya, demikian pula salat: ia memberi larangan, namun manusialah yang memilih untuk mendengarkannya atau mengabaikannya. Maka, jika seseorang masih saja jatuh dalam kemungkaran padahal ia salat, bukan berarti firman Allah keliru. Justru itu tanda bahwa ia sendiri yang menutup telinga dari pesan salatnya. Salat yang benar bukan hanya menenangkan hati, tapi juga menjadi benteng diri. Karena sejatinya, setiap rukuk dan sujud sedang berteriak dalam diam: "Jika engkau berani berbuat mungkar setelah ini, engkau sedang melawan makna salatmu sendiri."

¹Muhammad al-Tahir ibn Muhammad ibn Muhammad al-Tahir Ibn Ashür al-Tünisi (w. 1393 H), al-Tahrir wa al-Tanwir: Tahrir al-Ma'na al-Sadid wa Tanwir al-Aql al-Jadid, (Tunis: al-Dar al-Tünisiyyah Ii al-Nashr, 1984), juz 20, him. 258.
² Shihab al-Din Mahmüd ibn 'Abd Allah al-Husaini al-Älüsi (w. 1270 H), Rüh al-Ma'ani, (Beirut: Där al-Kutub al-'limiyyah, cet. 1, 1415 H), juz 10, him. 367.

Penulis: Syeifi Arjun (Direktur Lembaga Media Al-Amanah 2025)

0 Komentar